Pakaian Adat Bali

Pakaian Adat Bali

Indonesia memiliki beribu – ribu pulau, bahasa serta adat, selain itu Indonesia juga memiliki beragam makanan dan pakaian adat. Dalam artikel kali ini kita akan membahas pakaian adat asal bali, selain terkenal akan keindahan alamnya, bali juga terkenal karena adat mereka. Pada kesempatan kali ini Pintarnesia akan membahas pakaian adat daerah Bali.

Bali adalah sebuah provinsi yang kaya akan kebudayaan serta kekayaan alamnya, mulai dari pakaian, tarian adat dan masih banyak lagi. Pakaian adat atau sering kita ketahui baju khas bali seperti yang kita tahu bahwa bali selalu menawarkan beraneka ragam warna – warni yang sangat menarik dan dalam berbagai macam tampilan.

Selain itu Pulau Bali juga memiliki nilai estetika yang sangat tinggi dibanding pulau lain di Indonesia. Orang bali memakai pakaian adatnya pada saat upacara keagamaan, acara tertentu atau untuk kegiatan sehari hari di Bali.

Jika dibandingkan dengan pakaian adat lain, pakaian adat Bali memiliki kelebihan yang begitu luar biasa, maksudnya pakaian adat bali juga memiliki jenis yang berbeda mulai untuk kaum laki laki maupun perempuan.

Untuk beberapa tahun kebelakang, orang – orang bali, khususnya pria seringkali tidak mengenakan pakaian bagian atas dan kepala. Tetapi saat kini seperti yang sudah ada, untuk wanita mengenakan pakaian adat berupa kebaya dan untuk laki laki mengenakan jas berkerah. Dibawah ini merupakan nama nama pakaian adat provinsi Bali.

  • Pakaian adat untuk pria yaitu dengan menggunakan penutup kepala atau sering disebut dengan nama udeng, baju jas berkerah, kamen, saput dan selendang
  • Pakaian adat untuk wanita yaitu sanggul, kebaya, kamen dan selendang

Aksesoris pakaian adat Bali antara perempuan dan laki laki hampir semuanya sama, namun yang membedakan hanyalah, jika laki laki memakai udeng dan saput, perempuan tidak.

Banyak yang mengatakan bahwa bali memiliki model pakaian adat yang telah berevolusi dan sering berubah. Namun pakaian adat bali memiliki kesan religious dan sangat dijunjung oleh masyarakat bali yang mayoritasnya beragama Hindu dan budayanya terasa kental.

pakaian adat bali

Pakaian adat bali cukup mudah untuk digunakan, dan jika kalian ingin mencari pakaian adat bali kalian bisa mencarinya ditoko tradisional yang ada di Bali, namun tidak sedikit juga yang tersebar di seluruh Nusantara.

Kali ini kita akan membahas lebih terperinci tentang pakaian adat Bali, secara tampilan pakaian adat Bali mempunyai ciri khasnya sendiri sehingga orang orang mudah untuk mengenalinya.

Pakaian Adat Bali Pria

Dalam penerapannya, pria pria bali biasa mengenakannya saat upacara keagamaan, namun tidak jarang juga ada yang memakainya sehari – hari. Dan seperti yang telah kita bahas diatas pakaian adat Bali untuk pria memiliki beberapa bagian dari ujung rambut sampai bawah. Berikut kami rangkuman bagian-bagian dari pakaian adat Bali Pria.

pakain adat bali pria

1. Udeng (Ikat Kepala/Penutup Kepala Pada Baju Tradisional Bali)

Bahannya dari kain yang dijahit dan dibentuk sebagai penutup kepala khas Bali, biasanya digunakan saat beribadah di candi, namun tidak sering juga dipakai selain saat beribadah saja dan itu sah sah saja. Namun dua fungsi yang berbeda biasanya digunakan udeng yang berbeda pula.

Namun tentu untuk dua fungsi penggunaan yang berbeda tersebut, juga biasanya digunakan jenis udeng yang berbeda. Artinya jika udeng untuk kegiatan upacara keagamaan, biasanya itu berwarna putih polos. Lain lagi dengan udeng untuk dipakai pada aktivitas keseharian.

Baca Juga : Pakaian Adat Maluku

2. Kamen (Kain bawahan pakaian)

Kamen adalah kain tradisional (semacam sarung) berbentuk persegi yang dipakai pria maupun wanita Bali. Terbuat dari kain tipis yang kemudian dipakai dengan cara dililitkan pada tubuh, fungsinya sebagai pengganti celana. Ukurannya hamper sama dengan sarung, panjangnya 2 meter dengan tinggi 1 meter.

Pemakaian untuk pria dan wanita jelas berbeda, jika laki laki diikatkan melingkar dari kiri ke kanan dan dibentuk sedikit lipatan di bagian depannya dengan simpul tertentu.

Jarak antara kain dengan telapak kaki sekitar satu jengkal dan lipatan dibagian tengah sengaja dibuat lancip dan sedikit menjalur ke tanah, hal tersebut menyimbolkan sebuah penghormatan pada tanah leluhur. Ikatan pada pemakaian kamen menyimbolkan pengabdian atau dharma.

3. Baju Safari (Jas berkerah)

Yang paling utama adalah baju tradisional bali, untuk baju yang dikenakan pria adalah sejenis kemeja tertutup dengan kancing serta berkerah, biasanya baju berwarna putih. Baju Bali tidak memiliki nama khusus dan juga tidak memiliki aturan pemakaiannya secara lugas.

Bajunya kadang memiliki saku di sebelah kiri dada dan juga ada yang tidak, yang terpenting pemakaiannya bersih, sopan, rapi dan jika dipadukan dengan aksesoris yang lainnya tetap terlihat selaras.

4. Saput

Saput yang dimaksud adalah kain bercorak yang dikenakan di bagian atas Kamen. Jadi pemakainnya setelah kamen dikenakan. Cara mengenakannya adalah dengan mengikatkannya di pinggang dan dimulai dari kanan ke kiri, kain saput ini seringkali dipakai dalam upacara atau pernikahan.

5. Sabuk Selendang

Sabuk selendang biasanya hanya sebagai pelengkap dan aksesoris pendukung, biasanya dikenakan dalam memakai baju tradisional Bali. Sabuk yang dikenakan pastinya sabuk tradisional, yaitu berupa kain yang diikatkan dengan simpul hidup di bagian pinggang setelah kamen dan saput dikenakan.

Sabuk Selendang juga memiliki Filosofi, yaitu mengkhiaskan keharusan untuk bisa mengendalikan diri dari berbagai hal yang buruk. Dimana filosofi tersebut sangat penting untuk seorang pria.

6. Saput poleng

Saput Poleng bisa dibilang berbeda dan terpisah dari nama – nama pakaian adat Bali untuk pria yang telah kita sebutkan diatas.

jika diperhatikan secara seksama, di Bali anda akan sering menjumpai kain kotak – kotak hitam dan putih yang diikatkan patung, pohon, dan sering dikenakan oleh orang – orang bali dalam upacara tertentu. Kain khusus ini biasa disebut saput poleng dalam bahasa daerah dan kain ini di anggap sakral oleh masyarakat Bali

Dalam arti harfiah saput memiliki arti yaitu selimut atau kain dan poleng artinya berwarna dua. Tapi masyarakat bali mengatakan bahwa saput poleng tidaklah mengacu pada dua warna.

Karena kotak – kotak hitam dan putih memiliki makna spiritual khusus dan  hanya digunakan di tempat tertentu. Kain ini juga hanya dipakai oleh orang – orang tertentu pada peristiwa yang tertentu pula.

Jika kita ingin mengetahui filosofinya kita harus sedikit tahu tentang Hinduisme Bali. Masyarakat Bali percaya bahwa ada 3 lapisan spiritual (mandala), yaitu jaba mandala (lapisan luar), madya mandala (lapisan tengah), dan mandala utama (lapisan dalam). Ketiga lapisan tersebut juga bisa kita lihat dalam arsitektur pura Bali , bahkan rumah – rumah bali.

Filosofi Saput Poleng

Menurut falsafah dan tradisi Hindu di Bali dikenal ada tiga jenis saput poleng, yaitu:

  • Saput Poleng Rawa Bhineda

Yang pertama adalah Saput Poleng Rawa Bhineda, saput poleng ini berwarna putih dan hitam. Warna gelap (hitam) dan terang (putih) adalah suatu cerminan dari dharma dan adharma.

  • Saput Poleng Sudhamala

Yang kedua yaitu Saput Poleng Sudhamala, Saput Poleng Sudhamala memiliki 3 warna yaitu putih, hitam, dan abu abu. Warna abu adalah peralihan dari hitam dan putih yang mengantarai keduanya, artinya menyelaraskan simfoni dharma dan adharma.

  • Saput Poleng Tridatu

Yang ke tiga yaitu Saput Poleng Tridatu, Saput poleng ini berwarna putih, hitam, dan merah. Warna merah merupakan simbol rajas keenergian, hitam artinya tamas (kemalasan) dan putih yang mengartikan simbol satwam (kebijaksanaan, kebaikan).

Saput poleng sering digunakan oleh para pecalang (perangkat keamanan), dililitkan pada kul-kul atau kentongan, patung penjaga pintu gerbang, dikenakan oleh balian atau pengobat tradisional, dikenakan oleh dalang wayang kulit ketika melaksanakan pangruwatan atau penyucian, dihiaskan pada tokoh-tokoh ithiasa (Merdah, Tualen, Hanoman, dan Bima) dililitkan pada tempat tempat suci yang diyakini berfungsi sebagai penjaga. Intinya saput ini digunakan sebagai simbol penjaga.

Warna putih merupakan suatu simbolik dari satwam yang secara umum yaitu suatu simbolik dari kekuatan dharma yang sudah sepatutnya memberikan cerminan kepada kita bahwa dalam hidup beragama kita harus memegang prinsip dharma yang senantiasa memberikan kedamaian.

Hal tersebut tercermin dari sikap toleransi untuk menghindari kemunafikan sosial yang mengakibatkan perpecahan diantara kita semua. Dalam Rg. Veda X.191. 3-4 menyatakan bahwa pada hakekatnya semua manusia adalah bersaudara. Vasudaiva Kutumbakam, semua mahluk adalah bersaudara.

Warna hitam merupakan simbolik dari tamas yaitu kemalasan yang merupakan kekuatan adharma yang senantiasa ada jika dharma ada dan ini merupakan suatu hukum ilahi yang senantiasa berjalan terus. Kekuatan adharma tidak sepatutnya disalah-kaprahkan, namun seharusnya kita mengontrol diri kita agar tidak membuat suatu tindakan yang dapat orang lain merasa terprovokasi.

Warna abu pada saput poleng memberikan suatu implementasi terhadap suatu penyelarasan antara kekuatan dharma dan juga adharma. Jadi sikap seperti ini merupakan cerminan sikap toleransi kehidupan beragama yang memberikan keselarasan dari sisi baik maupun buruk.

Warna merah merupakan simbol keenergian yang semestinya kita cerminkan terhadap semangat untuk membina kerukunan umat beragama. Bukannya semangat yang kita miliki dipergunakan untuk mengompori semua perbedaan yang akhirnya akan membakar dan membawa kita ke abu keharmonisan.

Setiap permasalahan yang muncul bila semakin dikompor-kompori, maka akan semakin parah. Oleh kareba itu, keenergian tersebut jangan sampai disalahgunakan dalam hal yang tidak baik.

Seperti yang termuat Atharvaveda, XII.1. 45 dinyatakan : “Beberapa pengucapan bahasa yang berbeda-beda dan pemeluk agama yang berbeda-beda pula dan sesuai dengan keinginan. Mereka tinggal bersama di bumi pertiwi yang penuh keseimbangan tanpa banyak bergerak, seperti sapi yang selalu memberikan susunya kepada manusia. Demikian juga ibu pertiwi selalu memberi kebahagiaan melimpah pada semua umat manusia”.

Terungkap pula dalam Weda Sruti : “Seseorang yang menganggap seluruh umat manusia memiliki atma yang sama dan dapat melihat semua manusia sebagai saudaranya, orang tersebut tidak terikat dalam ikatan dan bebas dari kesedihan” (Yayurweda, 40.7).

Kedua mantra tersebut dengan sangat gamblang menyatakan bahwa manusia hidup di lingkungan majemuk dapat tinggal dalam keharmonisan. Juga, memberikan kearifan pada umat dalam menyikapi persepsi manusia berbeda karena warna kulit, ras, etnis, dan agama adalah sebuah keluarga besar.

Artinya tidak hanya satu agama yang diagungkan, dijayakan, tetapi semua agama dipandang sebagai kebenaran. Semua berhak hidup di bumi pertiwi ini. Kemajemukan tersebut seperti pelangi ciptaan Tuhan. Sangat indah dan menyejukkan sehingga mampu menumbuhkan kedamaian hati umat manusia.

Kemajemukan jelas tidak untuk dipertentangkan, karena kemajemukan adalah keharmonisan dan keindahan, bukan kekacuan ataupun kesemrawutan. Spritualitas kearifan ini dalam diri manusia adalah sama.

Nilai-nilai filosofi yang begitu tinggi dalam saput poleng dapat dijadikan cermin dalam mempertahankan kerukunan kehidupan beragama. Hal tersebut perlu diterapkan agar kita semua terhindar dari hipokrit sosial yang dapat memecah belah kita semua.

Keinginan yang tak terbatas agar diimbangi sifat mengerem serta dikontrol dengan kebijaksanaan. Keseimbangan rajas dan juga tamas yang didominasi dengan satwam secara perlahan akan meningkatkan harkat kemanusiaan dan sifat keraksasaan menuju sifat kedewataan.

Baca Juga : Pakaian Adat Lampung

Pakaian Adat Bali Wanita

Setelah kita membahas pakaian adat Bali pria, selanjutnya kita akan membahas pakaian adat daerah Bali untuk wanita. Pakaian adat Bali wanita terdiri dari sanggul dan empat pakaian utama Sanggul, yaitu :

  • Sejenis sarung yang dikenal sebagai kamen,
  • Nlus (kebaya) dan dua cummerbands,
  • Sabuk, dan Selendang.

Kamen adalah kain tenun atau kain batik yang dililitkan di pinggang dan menjulur hampir ke tanah. Kain kamen ini diikat di pinggang dengan sabuk. Panjang selempang kamen yaitu 2 meter.

Kebaya adalah gaya berpakaian khas Bali yang relative masih baru. Gaya pakaian bali ini hadir semenjak penaklukkan kolonial Belanda di Bali. Sebelum itu, dapat dilihat dari lukisan dan foto di Bali pada abad ke-19 dan awal abad ke-19, dalam abad tersebut biasanya wanita Bali membiarkan lengan dan bahu mereka terbuka.

Dalam peraturannya sehari-hari, menanam padi, seperti bekerja di sekitar rumah, atau menjual gandum di pasar, sabuk biasanya diikatkan di tengah tulang rusuk.

Tapi pada acara – acara resmi, seperti halnya upacara keagamaan dan tarian di candi, maka diutamakan tampilan yang mencerminkan kerendahan hati. Praktik ini dipelihara dalam busana standar penari wanita Bali saat ini.

Penari Legong saat ini masih memakai sabuk benang emas khusus, Ikatannya begitu erat sehingga membatasi kebebasan bergerak. Inilah satu-satunya cara untuk mencegahnya jatuh di tengah pertunjukan tarian yang meriah.

Pakaian adat bali wanita

Tapi praktik mengunci sabuk seketat mungkin di seputar tubuh wanita tersebar luas di antara semua wanita, bukan hanya penari. Dalam pengertian ini, sabuk sama dengan korset Barat. Ini berguna mengikat dan juga meratakan bagian perut sehingga enak untuk dipandang.

1. Sanggul Bali

Sebagaimana unsur pakaian adat wanita dari daerah lain, di Bali wanita juga mengenakan sanggul, dimana dengan penggunaan sanggul, bisa menambah keanggunan dari wanita yang mengenakannya. Terlebih bagi wanita Bali yang terkenal ayu atau cantik.

Sanggul atau pusung pada pakaian adat Bali juga memiliki jenis yang berbeda. Setidaknya ada tiga macam sanggul yang dibedakan berdasarkan bentuknya. Ketiga sanggul tersebut yaitu pusung gonjer, pusung kekupu dan pusung tagel. Selain bentuknya beda, ketiga sanggul itu juga sekaligus sebagai ciri dan pembeda

Pusung kekupu biasanya dipakai secara khusus oleh wanita yang telah berstatus janda. Pusung gonjer, dikenakan oleh wanita yang masih lajang atau belum menikah.

Pusung kekupu atau pada umumnya dinamakan pula pusung podgala dikenakan khusus bagi wanita yang sudah memiliki status janda, pusung gonjer dipakai khusus untuk wanita yang lajang atau belum menikah , dan yang terakhir pusung tagel dipakai khusus untuk golongan wanita yang telah nikah.

2. Kebaya Bali

Seperti halnya pakaian adat Jawa Barat, bagi perempuan di Bali juga biasanya mengenakan kebaya sebagai elemen penting dalam berbusana tradisional. Adapun kebaya tradisional yang biasa dikenakan para perempuan Bali ini memiliki corak atau motif yang cukup sederhana dengan paduan warna yang cerah dan segar. Dengan begitu sisi anggun dan juga ayu dari wanita Bali bisa lebih tergambarkan secara lebih konkret.

Baca Juga : Pakaian Adat Sumatera Utara

3. Kamen Wanita Bali

Seperti yang dipakai oleh para pria, untuk bagian bawahan para wanita Bali juga menggunakan kain kamen. Namun jelas berbeda dengan kamen yang dipakai pria, baik dari corak maupun juga cara pemakaiannya. Corak yang ditampilkan biasanya berupa batik bunga dengan warna yang cerah segar dipandang mata.

Fungsi dari kamen yaitu sebagai pengganti celana, penutup bagian kaki. Kain kamen dipakaikan hingga sampai sekiranya memiliki jarak sejengkal dari telapak kaki.

Dengan tujuan agar selain tetap terlihat anggun, wanita juga masih bisa bergerak dan berjalan dengan nyaman, walau memang penggunaan kamen bagi wanita ini sedikit membatasi gerak langkah si pemakai.

4. Selendang

Pada bagian bahu sebagai aksesoris tambahan biasanya dikenakan selendang atau biasa disebut pula senteng. Pemakaian selendang biasanya di letakan di bahu. Biasanya pakaian tradisional wanita tidak lepas dari selendang.

5. Sabuk Prada

Pada bagian pinggang juga biasa dipakaikan sabuk prada. Sabuk ini digunakan untuk menahan atau mengencangkan lilitan kamen agar tidak melorot. Selain untuk fungsi tersebut, tampilan wanita yang mengenakan sabuk ini juga sedikitnya jadi lebih anggun dan berseri.

Filosofi dari pemakaian sabuk pada pakaian adat Bali untuk wanita ini adalah sebagai gambaran untuk melindungi diri khususnya bagian rahim sebagai anugerah dari Tuhan. Dengan cara pengendalian diri dan mencegah perbuatan yang buruk.

Selain mengenakan aneka ragam pakaian yang disebut di atas, para wanita atau penari Bali juga kerap menggunakan ornamen lain sebagai hiasan. Salah satu yang paling sering kita lihat yakni bunga kecil yang diselipkan di sela-sela daun telinga dan kulit kepala. Memang cukup sederhana, tapi pemakaiannya bisa menambah efek keanggunan wanita menjadi berkali-kali lipat.

Mungkin itu sedikit artikel tentang pakaian adat Bali pria dan wanita yang dapat Pintarnesia sampaikan. Semoga dapat menambah wawasan kita tentang pakaian adat. Bila terdapat kesalahan mohon dimaafkan dan dimaklumi.


Posted

in

by

Tags: